Jumat, 29 Oktober 2010

Hormon Reproduksi Pria

Bab I Pembahasan


________________________________________

Hormon Reproduksi Pria

Hormon reproduksi pada pria addihasilkan dari sel Leydig testis maupun dari kelenjar adrenal. Tiga steroid utama yang penting untuk fungsi reproduksi pria adalah testosteron, dihidrotestosteron dan estradiol. Hampir 95% testosteron dihasilkan oleh jaringan intersisial sel Leydig dan sisanya dari kelenjar adrenal. Selain testosteron, testis juga menghasilkan dihidroepiandrosteron (DHEA) dan androstenedion. Sel-sel Leydig juga menghasilkan sedikit estradiol, estron, pregnenolon, progesterone, 17α-hidroksipregnenolon dan 17α-hidroksiprogesteron.

Dihidrotestosteron (DHT) dan estradiol tidak hanya berasal dari sekresi langsung testis, tetapi juga dari konversi di jaringan perifer dari prekusor androgen dan estrogen yang disekresi testis dan adrenal. Sekitar 40% testosteron dikonversi menjadi DHT, yang melayani sebagai mediator intrasel kerja kebanyakan androgenik testosteron. Sebagian kecil testosteron yang bersikulasi (0,2%) dikonversi menjadi esterogen dalam berbagai jaringan yang mengandung enzim aromatase. Esterogen ini mempunyai efek baik sebagai androgen atau sebagai antiandrogen. Sekitar 2% dari total testosteron di dalam darah berada dalam keadaan bebas dan mudah berdifusi. Hormon bebas ini secara biologis paling aktif dibanding total hormon yang ada dalam sirkulasi karena kemampuan secara pasif bergerak ke dalam sitosol sel target. Sebagian testosteron berikatan dengan sex hormon binding globulin dan siap berdifusi.

Sel Leydig (sel intersisial) menghasilkan testosteron (androgen utama). Meskipun hasil sekresi utama berupa testosteron, namun hormon aktifnya dalam beberapa jaringan berupa 5α-dihidrotestosteron. Sel Sertoli (tubulus seminiferus) mampu membuat androgen dan estrogen, juga menghasilkan androgen binding protein (ABP). Streroidogenesis testikuler diatur oleh LH. Spermatogenesis diatur oleh FSH dan testosteron.

A. Dehydroepiandrosteron (DHEA)

Disekresi dari sel retikularis kelenjar adrenal. Sinyal pensekresi berupa ACTH. Dehydroepiandrosteron mempunyai beberapa fungsi, yaitu dalam berbagai efek protektif, meruoakan androgen lemah, dapat dikonversi menjadi esterogen, menghambat enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6-PDH), dan juga mengatur koenzim NAD+.



Bentuk molekul DHEA

(Smith et al.,1993)

B. 17-β-estradiol

Disekresi dari folikel ovarium, korpus luteum (sel sertoli). Sinyal pensekresi berupa FSH. Estradiol berfungsi pada wanita untuk mengatur sekresi gonadotropin pada siklus ovarian dan pada pria untuk umpan balik negatif pada sintesis testosteron oleh sel Leydig.
C. Androgen

Androgen, khususnya testosteron dan dihidrotestosteron, dari sel Leydig testis dan adrenal pada kedua jenis kelamin. Namun ovarium hanya menghasilkan dalam jumlah kecil. Fungsi testosteron dan dihidrotestosteron adalah :

1. Diferensiasi sex

2. Spermatogenesis

3. Pengembangan organ seks sekunder dan struktur pelengkapnya

4. Metabolisme anabolik jaringan somatic serta pengaturan gen

5. Perilaku kejantanan

Sel sasaran dihidrotestosteron adalah sel-sel pada jaringan prostat, vesikula seminalis, genitallia eksterna dan kulit genital. Sasaran testosteron mencakup struktur Wolfi embrionik, spermatogonia, otot, tulang, ginjal dan otak.

Androgen juga merangsang replikasi sel dalam sebagian jaringan sasaran. Testosteron atau dihidrotestosteron dalam bentuk kombinasi dengan estradiol (E2), terlibat dalam proses pembelahan sel prostat yang ekstensif dan tak terkendali sehingga mengakibatkan hipertrofi prostat yang bernigna. Preparat inhibitor enzim 5-α-reduktase telah diperkenalkan dalam pengobatan ini.

Kerja Androgen

Fisiologi kerja androgen berbeda setiap tahap dalam kehidupan. Pada saat embrio, androgen merangsang kejantanan saluran urogenital pria dengan cara diferensiasi duktus Wolfi ke dalam epididimis vas deferen dan vesika seminalis. Pada neonates, sekresi androgen terjadi untuk mempengaruhi maskulinasi organ dan perkembangan fungsi otak. Pada pria prepubertas terjadi sedilit androgen dikeluarkan dari testis dan kortek adrenal secara kronis menekan pelepasan gonatropin pituitary hingga masa pubertas, pada suatu waktu gonadotropin pituitary anterior menjadi meningkat kurang sensitive terhadap inhibisi umpan balik oleh androgen yang bersikulasi. Hilangnya sensitifitas menyebabkan siklus pelepasan LH dan FSH. Merangsang produksi testosteron oleh sel Leydig dan FSH merangsang maturasi spermatogonia, diikuti kejantanan dan kesuburan.

Kadar androgen meningkatkan pertumbuhan pada pria prapubertas, menyebabkan dorongan tinggi badan dan pertumbuhan otot rangka dan massa tulang. Efek anabolik dari hormon pria pada jaringa target lain. Akibat efek ini, kulit menebal dan sekresi kelenjar sebasea meningkat.

Karakteristik seksual sekunder berkembang termasuk pertumbuhan laring, penampilan pubis, aksila, muka dan rambut ekstremitas dan pertumbuhan penis. Androgen juga berperan dalam agresitifitas perilaku pria pubertas. Pada akhir dua puluhan tahun, secara genetik pria berkembang mengalami kebotakan.
Pengaturan produksi testosteron dan spermatogenesis

Androgen diperlukan untuk spermatogenesis dan maturasi sperma ketika melewati epididimis dan vas deferen. Androgen juga mengontrol pertumbuhan dan fungsi vesika seminalis dan kelenjar prostat.

Hormon perangsang gonadotropin (GnRH) disekresi secara episodic selama sehari dari hipotalamus, merangsang pituitary anterior untuk merangsang LH dan FSH. LH bekerja pada sel Leydig di dalam testis, merangsang produksi dan sekresi testosteron. Hormon ini masuk sel Sertoli testis dan menurun menjadi DHT. FSH dan DHT bekerja merangsang sintesis protein di dalam sel Sertoli yang meningkatkan spermatogenesis pada spermatogonia. Sel Sertoli juga meningkatkan inhibin, suatu protein yang dapat berfungsi sebagai umpan balik dan menghambat pelepasan FSH. Testosteron mempunyai efek umpan balik negatif pada sekresi LH.

Pada pria immature, FSH berkontribusi pada inisiasi spermatogenesis. Hormon berikatan pada reseptor membrane plasma sel Sertoli yang akan berikatan pada membrane dasar tubulus seminiferus testis. Sel ini tidak hanya menyediakan dukungan fisik untuk sel germinal yang bersebelahan melalui kekakuan sitoskeltonnya tetapi juga berespon terhadap rangsangan FSH dengan produksi protein yang meningkatkan maturasi spermatogonia di dalam tubulus.

Secara seksual, pada pria yang matur, FSH juga berikatan dengan reseptor spesifik pada membrane sel Sertoli, tetapi ketika spermatogenesis sedang berlangsung, testosteron dapat mempertahankan perkembangan sperma tanpa adanya FSH.

Anatomi dan Fisiologi

Struktur reproduksi pria terdiri dari penis; testis (jamak, testes) dalam kantong skortum; sistem duktus yang terdiri dari epididimis (jamak epididimidis), vas deferens (jamak, vasa deferens), duktus ejakulatorius, dan uretra; dan glandula asesoria yang terdiri dari vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar bulbouretralis (Gbr. 65-1)

Testes bagian dalam terbagi atas lobulus yang terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel Sertoli, dan sel-sel Leydig (Gbr. 65-2). Produksi sperma, atau spermatogenesis, terjadi pada tubulus seminiferus. Sel-sel Leydig mensekresi testosteron. Pada bagian posterior tiap-tiap testis, terdapat duktus melingkar yang disebut apididimis. Bagian kepalanya berhubungan dengan duktus seminiferus (duktus untuk aliran keluar) dari testis, dan bagian ekornya terus melanjut ke vas deferens. Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis yang membentang hingga ke duktus vesika seminalis, kemudian bergabung membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius selanjutnya bergabung dengan uretra, yang merupakan saluran keluar bersama, baik untuk sperma maupun kemih. Kelenjar asesoria juga mempunyai hubungan dengan sisten duktus. Prostat mengelilingi leher kandung kemih dan uretra bagian atas. Saluran-saluran kelenjar bermuara pada uretra. Kelenjar bulbouretralis (kelenjar Cowper) terletak dekat meatus uretra. Penis terdiri dari tiga massa jaringan erektil berbentuk silinder memanjang yang memberi bentuk pada penis. Lapisan dalamnya adalah korpus spongiosum yang membungkus uretra, dan dua massa paralel di bagian luarnya, yaitu korpus kavernosum. Ujung distal penis, dikenal sebagai glans, ditutupi oleh prepusium (kulup). Prepusium dapat dilepas dengan pembedahan (sirkumsisi, sunat).

Fungsi sistem reproduksi pria

Fungsi primer dari sistem reproduksi pria adalah memnghasilkan spermatozoa matang dan menempatkan sperma dalam saluran reproduksi perempuan melalui sengama. Testes mempunyai fungsi eksokrin dalam spermatogenesis dan fungsi endokrin untuk mensekresi hormon-hormon seks yang mengendalikan perkembangan dan fungsi seksual. Semua fungsi dari sistem reproduksi pria diatur melalui interaksi hormonal yang kompleks.

Gbr. 65-1 Sistem reproduksi pria.

Fungsi hormonal

Pusat pengendalian hormonal dari sistem reproduksi adalah sumbu hipotalamus-hipofisis (Gbr. 65-3). Di bawah pengaruh berbagai hal seperti keturunan, lingkungan, rangsangan kejiwaan, dan kadar hormon yang bersikulasi, hipotalamus memproduksi gonadotropic hormon-releasing hormon (GnRH). Hormon-hormon ini adalah follicle-stimulating hormon-releasing hormon (FSHRH) dan luteinizing hormon-releasing hormon (LHRH). Hormon-hormon ini dibawa ke hipofisis anterior untuk merangsang sekresi follicle stimulating hormon (FSH) dan luteinizing hormon (LH), yang pada pria lebih umum dikenal sebagai interstitial cell-stimulating hormon (ICSH). Hormon-hormon gonadotropin disekresi dalam kadar yang tetap pada pria.

Testosteron mengarahkan dan mengatur cirri-ciri tubuh pria, yaitu perkembangan testes dan genitalia pria, desensus testes dari rongga abdomen ke dalam skortum selama masa janin, perkembangan cirri seksual primer dan sekunder, dan spermatogenesis.

Gbr. 65-2 Testes. A, Pandangan eksternal. B, Potongan sagital.

Produksi testosteron oleh sel-sel interstitial Leydig pada pria akan sangat meningkat pada permulaan pubertas. Awal pubertas ditandai oleh meningkatnya kadar hormon-hormon ICSH secara nyata, yang mula-mula diproduksi sewaktu tidur. Kadar yang tinggi pada awal pubertas ini menyebabkan meningkatnya produksi testosteron oleh testes. Estron dan estradiol juga diproduksi dan berasal dari konversi testosteron yang dibuat oleh adrenal dan testes, dan dari androstenedion. Kadar globulin pengikat hormon-hormon seksual akan menurun selama pubertas, sehingga menyebabkan lebih banyak testosteron bebas dalam sirkulasi. Pertumbuhan yang pesat terjadi pada setiap sistem organ dalam tubuh kecuali sistem saraf pusat dan sistem limfatik. Yang paling menonjol adalah perubahan dalam tinggi, berat badan, serta cirri-ciri seksual sekunder. Puncak dari pesatnya pertumbuhan terjadi pada usia sekitar 14 tahun. Tingkat kecepatan pertumbuhan rata-rata pada persentil ke-50 adalah 5 inci dari usia 12 hingga14,5 tahun dan 3 inci lagi sampai pada usia 16 tahun; puncak pertambahan berat badan terjadi pada usia 14 tahun dengan separuhnya terjadi pada usia antara 12 dan 16 tahun, dan kebanyakan berupa otot-otot baru.

Ciri-ciri seksual sekunder yang muncul paling awal adalah bertambahnya ukuran testes dan skortum, dan kemudian penis. Perkembangan testes disebabkan oleh bertambah dan berkembangnya tubulus seminiferus, dan jumlah sel-sel Leydig dan Sertoli. Perkembangan genitalia untuk mencapai ukuran dan bentuk dewasa membutuhkan waktu 5 sampai 6 tahun. Cirri-ciri seksual primer kemudian mencapai kematangan fungsi produksinya, namun untuk dapat mencapai ini, pria harus mampu menghasilkan sperma yang hidup.

Gbr. 65-3 aksis hormon hipotalamus-hipofisi-testis. ICHRH, hormon pelepas-hormon sel intersisial; FSHRH, hormon pelepas-hormon perangsang folikel; ICSH, hormon perangsang-sel intersisial; FSH, hormon perangsang-folikel.
Spermatogenesis

Spermatogenesis dimulai sejak pubertas, pada usia sekitar 13 tahun dan berlangsung seumur hidup. Sel-sel benih di tubulus seminiferus, yaitu spermatogonia, mulai berproliferasi (mitosis). Sebagian dari sel anak tetap menjadi spermatogonia dan yang lainnya berjalan ke lumen tubulus seminiferus dan membesar menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer akan mengalami pembelahan miosis sehingga terbentuk dua spermatosit sekunder. Masing-masing spermatosit sekunder akan menjalani pembelahan miosis yang kedua, yang akan menghasilkan dua spermatid. Dengan demikian, satu spermatogonia akan menjadi empat sperma. Setelah itu tidak akan terjadi pembelahan lebih lanjut, dan masing-masing spermatid akan menjalani proses pematangan dan berdiferensiasi menjadi sperma yang matang dengan bagian-bagian kepala, leher, badan dan ekor. Spermatogenesis berlangsung terus menerus sepanjang kehidupan selama masa pubertas. Sperma disimpan di epididimis dan vas deferens, dan kesuburannya dapat bertahan sampai 42 hari. Jika sperma tidak dipancarkan keluar atau tidak terjadi ejakulasi, diperkirakan spermatozoa akan diserap oleh tubuh. Selama senggama, sperma akan ditempatkan dalam vagina wanita. Setelah ejakulasi, sperma paling lama dapat bertahan selama 24 sampai 72 jam dalam suhu tubuh. Pada suhu yang lebih rendah semen dapat disimpan selama bertahun-tahun.

Fungsi Testikular

Pada embrio, antigen H-Y yang dihasilkan oleh kromosom Y menyebabkan prosesdiferensiasi sel-sel Sertoli. Sel-sel ini akan mengatur distribusi sel-sel benih pada masa perkembangan embrio-janin dan menyekresi mȕllerian-inhibitting substrance (MIS). MIS menyebabkan regresi dari sistem duktus mȕlleri, (yang pada wanita akan berkembang menjadi struktur reproduksi). Proses pematangn sel-sel Leydig janin dikiendalikan oleh kromosom Y, dan dirangsang oleh ICSH. Sel-sel Leydig ini akan menghasilkan testosteron yang menyebabkan proses diferensiasi dari vasa deferens dan vesikula seminalis; metabolit testosteron, yaitu dihidrotestosteron (DHT), menyebabkan proses diferensiasi dari prostat dan genitalia eksterna.

Selama enam bulan pertama kehidupan, sel-sel Leydig terus menghasilkan testosteron dalam kadar yang rendah, tetapi kemudian akan regresi menjelang pubertas. Pada masa pubertas, FSH akan merangsang pertumbuhan tubulus dan testicular, dan testes akan memulai fungsi pria dewasanya. ICSH akan merangsang sel-sel Leydig untuk menghasilkan testosteron, DHT dan estradiol; FSH akan merangsang sel-sel Sertoli untuk mempengaruhi pembentukan sperma. FSH dalam kadar yang rendah juga akan memperkuat efek perangsangan ICSH. Testosteron harus dihasilkan dalam kadar yang cukup supaya proses spermatogenesis dapat berlangsung dengan sempurna. Dengan demikian, baik FSH maupun ICSH harus dilepaskan oleh hipofisis anterior agar spermatogenesis dapat berlangsung. Selanjutnya testosteron, DHT, estradiol, dan zat yang disekresi oleh tubular-inhibin-akan menghambat sekresi ICSH dan FSH oleh hipofisis anterior, sehingga dengan demikian akan terjadi sistem umpan balik yang mengatur kadar testosteron dalam sirkulasi darah.

Perubahan karena usia

Istilah klimakterium pada pria ditujukan pada saat fungsi reproduksi fisiologis mulai menurun sehubungan dengan proses penuaan. Sulit untuk memisahkan penurunan fungsi reproduksi dengan penurunan kebugaran tubuh yang terjadi pada usia lanjut, dan ada kemungkinan menurunnya kebugaran bertanggung jawab atas menurunnya fungsi reproduksi. Proses penurunan ini terjadi lebih lambat daripada proses pada perempuan; dengan demikian fungsi reproduksi pada pria akan dapat bertahan pada usia lanjut. Tubulus seminiferus dari testes akan terus menghasilkan sperma, meskipun jumlahnya lebih sedikit dengan bertambahnya usia.. sepuluh persen dari tubulus seminiferus akan berhenti pada usia 40, 50% pada usia 50, dan 90% pada usia 80. Kadar testosteron akan menurun secara bertahap. Jumlah sel-sel Leydig mungkin menurun, seperti halnya kemampuan sel-sel yang masih ada untuk menghasilkan testosteron.

Gagalnya untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis (impotensi) lebih sering terjadi pada usia lanjut. Sebab-sebab dari keadaan ini tidak selamanya dapat diketahui; tetapi faktor-faktor psikologis diperkirakan dapat terjadi pada beberapa kasus. Secara fisiologis, vena dan arteri memperdarahi jaringan erektil penis juga dapat mengalami sklerosis akibat proses penuaan seperti halnya pembuluh darah lain dalam tubuh, dan hal ini dapat menjadi penyebab impotensi.

Beberapa gangguan sistem reproduksi pria

Hipogonadisme

Hipogonadisme dapat terjadi primer akibat disfungsi sel-sel Leydig, atau sekunder dari disfungsi unit hipotalamus-hipofisis. Hipogonadisme sekunder kemudian dibagi lagi menjadi disfungsi hipotalamus dan disfungsi hipofisis. Disfungsi hipotalamus atau hipofisis menyebabkan hipofungsi sel Leydig.

Hipogonadisme pada pria ditandai dengan adanya penurunan abnormal dari aktivitas fungsional testes. Kelainan ini adalah kelainan yang paling sering ditemukan dalam klinik. Hormon-hormon androgen, testosteron, dan DHT sangat penting untuk perkembangan pria, mulai dari embriogenesis sampai perkembangan selanjutnya pada masa pubertas, dan untuk berfungsinya sistem reproduksi pada sepanjang kehidupan. Gangguan pada interaksi hormonal yang kompleks pada tahap mana pun merupakan penyebab dari banyak sindrom dan kelainan yang memiliki konsekuensi serupa antara lain infertilitas, impotensi, atau tidak adanya tanda-tanda kepriaan sama sekali (pseudohermafroditisme pria). Akibat dari hipogonadisme pada pria berbeda-beda tergantung pada (1) saat awitan dari defisiensi testosteron (yaitu, selama embriogenesis, sebelum pubertas, atau setelah pubertas),(2) penyebab utama dari kalainan (yaitu kelainan testis atau hipotalamus-hipofisis), dan (3) status fungsional testes (yaitu produksi testosteron yang menyebabkan terganggunya spermatogenesis, atau produksi testosteron rendah yang menyebabkan terganggunya spermatogenesis, atau produksi testosteron normal dangan hambatan spermatogenesis saja). Pada banyak kasus, hipogonadisme dapat diobati, tapi pada beberapa kasus dapat ireversibel.

Penyebab hipogonadisme dapat merupakan kelainan congenital atau gangguan perkembangan, gangguan didapat ataupun sistemik. Hipogonadisme primer akibat kekurangan testosteron menyebabkan peningkatan produksi GnRH dan hormopn-hormon gonadotropin untuk merangsang produksi hormon-hormon androgen oleh testis. Jenis ini disebut sebagai hipogonadisme hipergonadotropik. Yang termasuk dalam kategori ini adalah sindrom Klinefelter, sindrom Reifenstein, sindrom Turner pria, sindrom sel Sertoli saja, anorkisme, orkitis, dan gejala sisa iradiasi. Hipogondisme sekunder akibat kekurangan testosteron menyebabkan penurunan kadar GnRH dari hipotalamus atau penurunan kadar hormon-hormon gonadotropin dari hipofisis, jenis ini disebut sebagai hipogonadisme hipogonadotropik. Yang termasuk kategori ini adalah hipopituitarisme, defisiensi FSH saja, sindrom Kallmann, dan sindrom Prader-Willi.

Hiperplasia prostat

Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Tanda klinis BPH biasanya muncul pada lebih dari 50% pria yang berusia 50 tahun keatas. Hiperplasia prostatik adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatrosa majemuk dalam prostat; pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Prostat tersebut mengelilingi uretra, dan pembesaran bagian periuretral akan menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra pars prostatika, yang mengakibatkan berkurangnya aliran kemih dari kandung kemih. Penyebab BPH kemungkinan berkaitan dengan perubahan hormon. Dengan penuaan, kadar testosteron serum menurun, dan kadar estrogen serum meningkat. Terdapat teori bahwa rasio esterogen/androgen yang lebih tinggi akan merangsang hiperplasia jaringan prostat.

Tanda dan gejala yang sering terjadi adalah gabungan dari hal-hal berikut dalam derajat yang berbeda-beda yaitu sering berkemih, nokturia, urgensi (kebelet), urgensi dengan inkontenensia, tersendat-tersendat, mengeluarkan tenaga untuk mengalirkan kemih, rasa tidak lampias, inkontenensia overflow, dan kemih yang menetes setelah berkemih. Kandung kemih yang terenggan dapat teraba dalam pemerikasaan abdomen, dan tekanan suprapubik pada kandung kemih yang penih akan menimbulkan rasa ingin berkemih. Prostat diraba sewaktu pemeriksaan rectal untuk menilai besarnya kelenjar.

Tes diagnosik yang dipakai termasuk USG abdominal untuk melihat hidronefrosis atau massa di ginjal dan untuk menghitung volume sisa urine setelah berkemih dan ukuran prostat. Kistoskopi dilakukan untuk menyingkirkan adanya divertikula kandung kemih, batu dan tumor. Pengukuran angka aliran urine dan uretogram retrograd juga dapat dilakukan.

Obstruksi pada leher kandung kemih mengakibatkan berkurangnya atau tidak adanya aliran kemih, dan ini memerlukan intervensi untuk membuka jalan keluar urine. Metode yang mungkin adalah prostatektomi parsial, reseksi transuretral prostat (TUR) atau insisi prostatektomi terbuka, untuk mengangkat jaringan periuretral hiperplastik; insisi transuretral melalui serat otot kandung kemih untuk memperbesar jalan keluar urine; dilatasi balon pada prostat untuk memperbesar lumen uretra; dan terapi antiandrogen untuk membuat atrofi prostat. Baru-baru ini dikembangkan metode pengobatan non-bedah yaitu kateter uretra permanen yang ditempatkan pada uretra pars prostatika.

Bab II Kesimpulan

________________________________________

Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh organ hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Hormon yang terlibat adalah testosteron, hormon lutein (LH), hormon perangsang folikel (FSH), estrogen, dan hormon pertumbuhan lainnya.

Testis selain sebagai organ penghasil sperma juga menghasilkan hormon-hormon seperti testosteron, dihydrotestosteron, estradiol, estron, pregnenolon, 17-hydroxypregnenolon, 5-androstenadiol, 17-hyroxy progesterone dan progesterone. Hormon-hormon ini selain testosteron tidak jelas apakah diproduksi oleh sel Leydig atau dari oleh sel-sel dari tubulus seminiferus.

 Testosteron

Sekresi hormon ini ole sel-sel Leydig yang terletak di intersisium testis. Hormon ini memegang peranan penting pada satu tahap penting proses pembelahan sel-sel germinal untuk pembentukan sperma, terutama pembelahan miosis untuk membentuk spermatosit sekunder. Hormon ini mengontrol perkembangan organ reproduksi pria berupa pembesaran laring, perubahan suara, pertumbuhan rambut ketiak, pubis, dada, kumis dan jenggot. Juga untuk pertumbuhan otot dan tulang.

 Hormon lutein

Hormon ini disekresi oleh sel karminofil dari kelenjar hipofisis bagian anterior. Berperan dalam stimulasi sel-sel Leydig untuk memproduksi testosteron, juga menyebabkan dihasilkannya estradiol.

 FSH

Dihasilkan oleh sel basofil lobus anterior hipofisis. Pada testis, hormon ini mengakibatkan terpacunya adenyl cyclase di dalam sel sertoli yang berperan dalam meningkatkan produksi siklik AMP, memacu produksi androgen binding protein (ABP) di dalam tubuli seminiferus dan di dalam epididimis. Dengan demikian, FSH bekerja menyiapkan kadar androgen yang cukup untuk sel germinal dan memacu pendewasaan spermatozoa di dalam epididimis.

 Estrogen

Dibentuk oleh sel-sel Sertoli ketika sedang di stimulasi oleh FSH. Hormon ini kemungkinan diperlukan pada proses spermiasi. Sel-sel Sertoli juga menyekresikan suatu protein pengikat androgen. Yang mengikat baik testosteron dan estrogen maupun keduanya ke dalam cairan tubulus seminiferus, yang diperlukan untuk maturasi sperma.

 Hormon pertumbuhan lainnya

Seperti juga pada sebagian besar hormon lainnya yang diperlukan untuk mengatur latar belakang fungsi metabolisme testis. Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal spermatogenesis.

Bab III Daftar Pustaka

________________________________________

Saryono, S.Kp.,M.Kes.2008.Biokimia Reproduksi. Jogjakarta:Mitra Cendikia Pres

Price, A. Sylvia & Wilson, Lorraine M.2006.Patofisiologi:Konsep klinis Proses-Proses Penyakit, E/6, Vol 2.Jakarta: EGC

Yahya,Harun.--.Keajaiban Hormon.--:--

Dan berbagai sumber hasil browsing internet yang diakses dari tanggal 15 Oktober 2010 hingga 19 Oktober 2010.